Selamat Datang

Untuk kalangan atau simpatisan kristiani.

Selamat datang di blog kami, semoga apa yang kami tuliskan dapat bermanfaat bagi Anda semua.

Tuhan Yesus memberkati.


Terjemahkan Bahasa / Translate :

Terjemahkan Bahasa

Kamis, 12 Januari 2012

Kesaksian - Pergi ke Sorga dan Kembali


Persiapan Berangkat Ke Sorga
Tiga bulan setelah operasi caesar, saya memasuki Kansas University Medical Center karena saya mendapatkan infeksi serius di kandungan saya. Tepat sebelum saya meninggalkan Rumah Sakit itu, saya mulai berpikir bahwa saya akan meninggal, meskipun tidak ada ketakutan karena hal itu.

Ketika saya memandangi saudara-saudara saya, suatu perasaan yang aneh melanda saya, sepertinya saya akan melihat mereka untuk terakhir kalinya. Sementara di RS, para dokter mencoba antibiotik selama beberapa hari untuk melihat apakah mereka dapat menghindarkan pembedahan besar, namun ternyata mereka tidak berhasil. Peranakan saya akhirnya diangkat dan semuanya nampak beres.

Setelah saya menjalani masa pemulihan di RS selama tiga hari, saya mulai merasa sangat aneh. Sesuatu ada yang salah sekali, sehingga saya memanggil seorang perawat. Para dokter menemukan bahwa saya menderita radang paru-paru, penggumpalan darah, pendarahan dalam tubuh, dan gagal ginjal.

Berjuang untuk Hidup
Para dokter membawa saya ke ruang rontgent, dan selama saya diperiksa saya kadang-kadang kehilangan kesadaran. Pada suatu saat saya mendengar dokter itu memerintahkan perawat dengan suara keras untuk memeriksa tekanan darah saya. Saya mendengar jawaban perawat, “Nol. Nihil.” Saya menyadari bahwa mereka sedang berjuang mempertahankan nyawa saya. Melewati semua trauma fisik ini, saya berkata kepada Tuhan, “Mengapa saya? Mengapa sekarang?” Saya tidak ingin mati. Saya bertanya kepada Tuhan, “Mengapa?” Saya tidak pernah berpikir untuk menanyakan hal seperti itu sebelumnya, namun saya menemukan diri saya mempertanyakan situasi saya, khususnya sejak sesuatu yang ajaib terjadi selama saya ada di RS. Anda tahu, kami hampir saja mengangkat seorang anak lelaki yang baru saja dilahirkan. Bayi itu dan saya ada di RS yang sama.

Perjuangan batin saya untuk hidup itu menguras seluruh tenaga saya. Saya mencoba untuk bertahan hidup bagi orang-orang yang saya kasihi : anak perempuan saya dan suami saya, Walter. Gambar-gambar melintas tentang suami saya yang akan datang ke RS dan menemukan saya telah meninggal. Saya berdoa banyak, memohon pertolongan Tuhan.

Akhirnya saya menyadari apa yang saya sedang lakukan – mencoba mempertahankan kendali atas hidup saya. Namun seandainya saya ini anak Tuhan dan seandainya sudah waktunya bagi saya untuk meninggalkan dunia ini, saya harus menyerahkan diri saya. Saya meminta kepada Tuhan untuk mengampuni saya karena saya suka mengeluh, dan saya mendapatkan damai sejahtera.

Kemudian saya merasa sangat sadar akan nafas saya. Nafas ini menjadi makin lambat dan semakin lambat – semakin panjang antara tarikan yang satu dengan yang berikutnya. Dan setiap tarikan nafas menjadi semakin dalam dan dalam. Saya tidak pernah bernafas sedemikian dalam selama hidup saya. Saya mulai menghitung “satu, dua” dan tarikan nafas ketiga merupakan tarikan yang paling dalam, seolah-olah tarikan nafas itu datang dari kaki ke atas. Kemudian seolah-olah saya bersatu dengan tarikan nafas ketiga itu. Meskipun itu adalah tarikan nafas, saya masih mengetahui bahwa saya adalah pribadi yang utuh.

Ditemui Tuhan Yesus
Saya merasa demikian damai dan bebas. Saya mulai bergerak ke atas. Saya menyadari tubuh saya ada di bawah saya, dan samar-samar saya mengingat segala upaya yang dilakukan oleh para tim medis untuk menghidupkan kembali tubuh saya. Perhatian utama saya adalah bahwa saya ada di atas ruangan itu. Saya tidak di dalam ruangan itu namun ada di langit pertama. Saya katakan langit pertama karena saya melihat ada tiga langit yang saya lewati.

Di langit pertama saya bertemu dengan Seseorang. Atau lebih tepatnya saya ditemui Dia. Saya mengenalnya sebagai Tuhan Yesus Kristus, dan Ia menuntun saya melewati tiga langit itu. Pada saat saya memikirkan tentang kehadiran fisik Tuhan Yesus, bentuk fisiknya hampir lenyap, karena sosok utama tentang diri-Nya adalah kasih sepenuh-penuhnya. Ketika saya mengingatnya lagi, Ia memiliki rambut coklat tua bergelombang dan kulit wajah berwarna zaitun. Saya memandang mata-Nya. Mata itu demikian tajam namun penuh belas kasih, sebening dan sebiru air jernih. Anda hampir bisa melihat bayangan diri anda di mata-Nya seperti cermin saja. Ketika Ia memandang anda, Ia memandang tajam terhadap anda dan ke dalam anda. Dengan segera anda akan menyadari bahwa Ia mengetahui segala hal yang perlu Ia ketahui tentang anda.

Nampaknya ada cahaya sorgawi yang menyebabkan rambut-Nya berwarna merah dan mata-Nya kebiru-biruan, hampir transparan, dan kulit-Nya berwarna keemasan yang terang. Tak ada cara yang tepat untuk menggambarkan warna-warni penampilan-Nya. Di sini warna-warnanya berasal dari dunia lain. Itulah kemuliaan Bapa, cahaya kemilau keemasan memancar melalui Dia. Dalam tubuh kebangkitan-Nya, warna penampilan-Nya berbeda sekali dengan yang ada di bumi ini.

Di Hadapan Yang Mahatinggi
Saya akan menceritakan kepada anda apa yang terjadi di langit ketiga. Langit pertama itu berwarna biru muda, namun terang, begitu berbeda dari segala sesuatu yang pernah saya lihat yang dapat saya terangkan dengan jelas. Langit itu terbuka, terbelah dua di tengahnya, seperti layar yang menggulung ke samping dari tengah. Hal ini terjadi sekejap seperti menjentikkan jari-jari saya saja. Kami pergi melewati dua langit lagi, yang juga membuka dari bagian tengahnya.

Dalam beberapa detik saya menemukan diri saya ada di hadapan Yang Mahatinggi. Yang Mahatinggi adalah istilah yang saya pakai karena saya mengenali kehadiran Allah Bapa. Pada saat saya memandang-Nya, saya tidak dapat sungguh-sungguh melihat-Nya, namun ada kemuliaan yang sangat luar biasa, suatu hadirat yang sangat luar biasa. Anda dapat merasakan hal itu dimana-mana di sorga ketiga ini, dan saya menyadari bahwa Ia ada di tahta. Ketika saya mencoba melihat seperti apa tahta itu, saya mendapati bahwa tahta itu tak terlihat. Saya tahu bahwa tahta itu ada di sana; saya tidak dapat melihatnya! Tahta itu demikian besar sehingga sampai ke bumi; bumi adalah bagian dari tahta itu.

Terpesona dengan semua itu, saya merasa sangat begitu kecil seperti seekor semut, begitu tak berarti. Dengan gemetar saya jatuh tersungkur. Sementara saya tergeletak di sana dengan muka ke lantai, Ia berbicara kepada saya. Pembicaraan ini bukan seperti pembicaraan mental antara Kristus dengan saya, karena suara Bapa itu seperti deru air bah yang besar. Saya tergeletak di sana dalam waktu yang lama, dengan Allah Bapa berbicara kepada roh saya. Perkataan-perkataan yang Ia katakan kepada saya tak dapat saya ingat, namun perkataan-perkataan itu tentang saya dan kehidupan saya.

Sementara saya tergeletak di sana saya menghidupi kembali setiap keberadaan saya, setiap perasaan dan pikiran saya. Saya melihat mengapa saya ada sebagaimana ada; saya mengalami kembali bagaimana caranya saya berhubungan dengan orang-orang dan mereka dengan saya. Saya melihat hal-hal yang seharusnya saya dapat berbuat lebih baik. Saya merasakan perasaan-perasaan malu akan sesuatu, namun saya juga menyadari ada hal-hal baik yang saya lakukan dan merasa nyaman atas hal itu. Selagi kita melihat pemandangan-pemandangan yang berbeda-beda, saya akan menjawab, “Ya, saya tahu bahwa saya seharusnya melakukan dengan lebih baik lagi atau dengan cara yang lebih baik.” Saya membayangkan apakah ada orang yang merasa layak berada di hadirat-Nya. Saya tidak merasa tertuduh, namun saya merasa tidak layak. Agak sukar untuk menjelaskannya. Semuanya terus berlangsung, untuk berapa lama saya tidak tahu, saya terus memuji Tuhan.

Setelah berakhir tinjauan atas kehidupan saya, saya merasa sungguh-sungguh tak layak berada di sana di hadapan Terang yang Luar Biasa; tak layak dibandingkan dengan semua keberadaan yang agung di tempat ini. Semuanya nampak demikian indah, dan siapakah saya? Saya mengatakan hal ini kepada Bapa. Kemudian tangan Tuhan Yesus menyentuh saya, dan saya dapat berdiri di atas kaki saya lagi karena saya sebelumnya tidak mempunyai tenaga. Dengan menggandeng tangan saya, Ia menuntun saya ke samping arena. Ia memandang mata saya, ke dalam jiwa saya, dan saya tahu Ia mengenal dan mengerti segala yang saya rasakan. Ketika Tuhan Yesus memandang saya, hal itu dilakukannya dengan kasih yang lebih besar dari pada yang dapat saya pikir orang akan mengetahuinya. Ia tersenyum, dengan pandangan yang membuat saya mengerti bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja.

Jembatan
Dengan pandangan yang meyakinkan saya, Tuhan Yesus menuntun saya ke satu sisi. Ia melangkah pergi dari saya dan sendirian Ia menuju Terang. Kapan terang Kristus itu hilang dan terang Bapa itu mulai tampak, saya tidak tahu. Mereka berdua saling memberi terang dan terang mereka sama! Saya tidak akan pernah melupakan hal ini seumur hidup saya. Ketika Kristus melangkah pergi dari saya, Ia berbalik ke samping dan mengulurkan tangan-Nya seperti jembatan. Satu tangan terulur kepada saya dan satu kepada Bapa. Tangan-Nya terulur seolah-olah membentuk sebuah salib dan jembatan untuk menghubungkan saya dengan Bapa. Hal ini seperti menggambarkan apa yang tertulis di Alkitab: “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan.” (1 Timotius 2:5-6) Allah di satu sisi, dan semua orang di sisi yang lain. Tuhan Yesus sendiri ada di antara manusia dan Bapa-Nya untuk membawa umat-Nya. Kristus membuat hal ini mungkin dengan menyerahkan nyawa-Nya bagi semua orang. Segala hal yang saya tahu dari Alkitab melintas di pikiran saya.

Kemudian saya mendengar Bapa dan Anak berbicara tentang perkara saya. Tuhan Yesus berkata, “Darah-Ku itu cukup. Perempuan ini adalah milik-Ku!” Ketika Ia mengatakan hal ini, semua keraguan saya tentang ketidak-layakan saya lenyap. Saya melompat-lompat, bersorak sorak dan bersukacita. Saya tidak pernah merasa sedemikian berbahagia seumur hidup saya! Jenis kasih yang saya rasakan itu melampaui apa yang dapat saya ceritakan. Saya terus menerus berkata, “Oh, Allahku. Oh, Allahku. Dia adalah Pengantara saya. Dia adalah Pembela saya.” Tepat seperti apa yang saya baca di dalam Alkitab.

Tuhan Yesus datang kembali ke tempat dimana saya berada dan memandang saya dengan kasih yang memberi penghiburan. Kami bersukacita bersama. Ia melanjutkan dengan mengajar saya dan banyak berbicara kepada saya, tetapi saya tidak dapat mengingat perinciannya. Sekarang dengan begitu bebas dan begitu dicintai, saya tidak pernah ingin meninggalkan diri-Nya. Saya mengatakan demikian kepada-Nya, namun pandangan di mata-Nya menyuruh saya untuk kembali ke bumi. Saya bertanya, “Apakah saya sungguh-sungguh harus kembali ke bumi?” Ia memandang saya dengan kelembutan dan berkata, “Ya, karena banyak pekerjaan-Ku yang harus kau lakukan di sana.”

Ketika saya kembali ke tubuh saya di ICU, hal itu terjadi secepat saya pergi meninggalkan tubuh saya. Nampaknya saya pergi dan kembali dengan kecepatan cahaya. Kristus membawa saya kembali. Saya memandang wajah-Nya yang indah untuk terakhir kalinya, suatu wajah yang seharusnya saya dapat pandangi selama-lamanya. Hal berikutnya yang saya tahu, saya sedang memandangi wajah seorang wanita yang datang ke ICU dan mengaku sebagai adik perempuan saya. Saya tidak menyadari saya ada di mana. Ketika saya melihat wajah adik saya, saya terkejut karena Tuhan Yesus telah hilang dengan cepat. Mencari wajah Tuhan Yesus namun menemukan wajah adik perempuan saya, membuat saya kecewa. Adik perempuan saya memberi tahu saya di kemudian hari bahwa ada pandangan di wajah saya yang ia tidak pernah jumpai sebelumnya. Ia sangat bingung dan sedikit sakit hati oleh karena tanggapan saya terhadap kehadirannya. Setelah saya menjelaskan hal yang sebenarnya di kemudian hari, adik saya akhirnya mengerti bahwa saya sebenarnya senang bertemu dengannya.

Hidup yang Berubah
Setelah saya mengalami pemulihan, saya mengambil pelajaran seni tentang lukisan dengan minyak. Saya terus menerus berusaha menangkap warna-warni Tuhan Yesus di atas kain kanvas. Itulah semua yang dapat saya lukiskan. Saya melukis Diri-Nya dengan semua warna, semua gaya, namun tak mungkin menangkap warna-warni itu. Para murid lain menggoda saya dengan mengatakan bahwa saya adalah “gadis-Nya Tuhan Yesus”.

Namun obsesi saya untuk melukis Tuhan Yesus hanyalah perubahan kecil dibandingkan dengan bidang kehidupan saya yang lain. Mungkin perubahan yang paling besar adalah cara pandang saya. Sebelum pengalaman hampir mati saya, saya biasanya selalu ribut dan rewel terhadap Walter tentang ha-hal yang remeh. Saya dulunya menuntut banyak hal bagi kepentingan diri saya saja. Ketika saya kembali dari perjalanan ke sorga itu, saya memiliki penghargaan yang makin besar terhadap hubungan antar sesama. Orang-orang lain itu demikian penting. Kebanyakan apa yang kita anggap penting itu sebenarnya tidaklah penting.

Pada tahun 1986 saya merasa Tuhan berkata kepada saya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Hal ini terjadi pada saat Walter dan saya mulai menampung para tunawisma. Kami dipanggil untuk pekerjaan itu selama beberapa tahun. Saya kira ada cara lain yang dapat kami lakukan untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Penggembalaan anak-anak adalah cara lainnya, dan sekarang ini saya adalah seorang orangtua asuh. Kami menampung lima anak-anak di rumah kami. Setelah mengalami pengalaman hampir mati yang fantastis, saya pikir saya harus melakukan sesuatu proyek yang besar dan luar biasa bagi Allah. Ia telah menunjukkan kepada saya bahwa kehidupan ini bukanlah tentang melakukan hal-hal besar, namun melakukan apapun yang saya lakukan bagi-Nya. Selama saya di sorga, Allah tidak memberikan saya perintah khusus, namun yang paling saya rasakan dengan kuat adalah bahwa tujuan hidup saya adalah mengasihi.


Oleh Rita Bennett


(Naskah ini diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk http://pentas-kesaksian.blogspot.com – mohon agar keterangan ini jangan dihapus ketika anda membagikannya kepada orang-orang lain)




Sumber http://pentas-kesaksian.blogspot.com/search/label/Sorga%20-%20Heaven

Tidak ada komentar:

Posting Komentar