Saya dibesarkan dalam sebuah keluarga ‘Kristen’. Walaupun keluarga
saya pergi ke gereja setiap minggu, hidup kami sama sekali tidak
berpusat pada Kristus. Orang tua saya sering kali terlalu sibuk
melakukan apa yang mereka ingin lakukan pada waktu itu. Ibu saya sering
memukul saya dan oleh karenanya saya merasa tidak utuh, baik sebagai
manusia maupun sebagai laki-laki. Waktu itu saya merasa hidup saya tidak
ada gunanya dan akibatnya saya membuat pilihan-pilihan yang buruk. Tetapi
saya tidak ingin menyalahkan siapapun atas pilihan saya. Walaupun apa
yang dilakukan oleh ibu saya salah, pilihan saya adalah tanggung jawab saya
sendiri terlepas dari apa atau siapa yang mempengaruhi saya. Di sisi lain, ayah
saya sering tidak di rumah karena tugasnya keluar kota, dan ada kalanya dia
mengatakan hal-hal yang sangat menyakitkan hati saya. Tetapi oleh kasih
karunia Tuhan hubungan saya dan orang tua saya telah dipulihkan.
KEPURA-PURAAN
Bisa dibilang saya tumbuh dengan banyak luka batin dan memikul beban yang
berat. Luka batin saya yang tidak segera ditangani menjadi pintu masuk bagi
roh-roh jahat untuk mempengaruhi saya. Beberapa kali saya mulai memiliki
pikiran untuk bunuh diri dan mengakhiri semuanya. Bahkan ada suatu ketika
saya meletakkan sebilah pisau di pergelangan tangan saya, namun Tuhan
menghentikan niat saya karena kasih karunia-Nya. Meskipun demikian, saya
tidak sekalipun menyalahkan Tuhan. Saya percaya, bahwa segala sesuatunya
terjadi karena alasan yang baik dan Tuhan merencanakan yang baik untuk
saya. Jadi saya merasa ada dua kubu yang berlawanan di dalam saya. Kubu
yang baik penuh dengan pengharapan kepada Tuhan dan ini memberikan
saya kekuatan. Sementara kubu yang jahat penuh dengan keputusasaan dan
kebencian, semua perasaan buruk yang membuat saya terpuruk.
Pada usia sekitar 6 atau 7 tahun saya mulai merasakan hasrat seks kepada
sesama jenis. Ketika saya beranjak dewasa saya semakin menyadari rasa
ketertarikan saya kepada sesama jenis dan hal ini membuat saya merasa
terganggu, karena rasanya salah. Jadi sayapun memutuskan untuk menekan
semua hasrat itu. Saya berpura-pura bahwa hasrat itu tidak ada. Saya bilang
ke diri saya berkali-kali, “Ini tidak nyata!” Saya juga mencoba mengusir
hasrat tersebut dengan berdoa. Sayapun mulai membenci diri saya karena
saya malu memiliki perasaan tersebut. Karena saya tidak ingin seorang pun
tahu tentang hasrat itu, maka sayapun mencoba untuk menyembunyikan
‘rahasia’ ini dengan mengubah perilaku saya. Tapi itu hanya membuat saya
semakin minder. Saya menjadi ketakutan kalau sampai orang tahu tentang hal
tersebut dan mengolok-olok saya karenanya. Saya bahkan sampai membenci
orang untuk alasan yang tidak jelas dan menutup diri dari dunia luar, karena
saya merasa seluruh dunia membenci saya. Pemikiran saya waktu itu adalah
“manusia = masalah”. Karena saya merasa sudah banyak masalah, saya tidak
mau menambah lebih banyak masalah lagi dengan mengenal lebih banyak
orang. Saya jadi membenci diri sendiri dan orang lain karena kepurapuraan.
Saya lari dari pergumulan tersebut, bukannya menghadapinya.
Setelah bertahun-tahun berpura-pura, akhirnya saya sampai ke titik di mana
saya menyerah untuk mengubah diri saya sendiri dan memutuskan untuk
menerima kenyataan, bahwa saya memiliki hasrat seks kepada sesama jenis.
PEMUASAN
Setelah berkali-kali mencoba untuk membebaskan diri saya dari hasrat
tersebut, saya mulai berpikir bahwa sia-sia saja perlawanan saya. Sayapun
memutuskan untuk menerima hasrat tersebut dalam hidup saya dan
menikmatinya saja. Setelah berpikir matang-matang, sayapun menaklukkan diri saya pada hasrat itu. Karena saya tahu saya tidak bisa menyembah dua
tuan, maka sayapun memilih untuk ‘berpisah’ dengan Tuhan. Saya bilang ke
Tuhan bahwa saya tak berdaya. Saya tidak bisa mengubah diri saya sendiri dan
saya menyadari sepenuhnya akibat dari keputusan saya. Saya pikir kalau saya
akan masuk neraka, sekalian saja saya menikmati perjalanan menuju ke sana.
Saya kira saya benar-benar ‘siap’ untuk masuk neraka. Tapi tahu tidak? Tuhanlah
yang tidak ‘siap’ untuk saya masuk neraka!
Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup,
demikianlah firman Tuhan, Aku tidak berkenan kepada
kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada
pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia
hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat
itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?’
Yehezkiel 33:11
Setelah saya membuat keputusan tersebut, sayapun mulai memuaskan
semua hasrat saya. Akhirnya sayapun bisa menonton film porno gay tanpa
menggubris rasa bersalah. Itu memberi saya kesenangan sesaat. Awalnya
semuanya sepertinya ‘membaik’. Saya merasa lebih bahagia atau setidaknya
saya berpikir begitu. Tapi semakin saya memuaskan hasrat saya, semakin
banyak film porno yang saya butuhkan untuk terus memuaskan diri sendiri.
Saya sampai harus masturbasi setidaknya 3 kali sehari. Saya menjadi sangat
kecanduan. Saat saya tidak ada kerjaan dan tidak tahu harus berbuat apa,
ujung-ujungnya kembali kepada film porno, karena saya tidak tahu apalagi
yang harus saya perbuat. Bahkan ketika saya tidak mau menonton film porno,
saya tetap saja menontonnya. Setelah saya agak bosan dengan film porno,
sayapun mulai bermain game sampai berjam-jam. Saya berhenti main game hanya saat tidur, makan, atau di kamar mandi. Setelah saya bosan dengan
game, saya beralih ke menonton film, khususnya film-film tentang pasangan
gay. Di sela-sela main game dan menonton film, saya tetap menonton film
porno.
Selain kecanduan saya, saya perhatikan bahwa saya menjadi orang yang
pemarah dan gampang tersinggung, terutama oleh orang tua saya. Sayapun
semakin menutup diri dari keluarga. Adik saya suka bercanda dan berkata
kalau saya ini seperti hantu karena suka mengurung diri di kamar. Sayapun
semakin diperbudak oleh hasrat seksual saya terhadap sesama jenis, sehingga
menonton film porno sudah tidak cukup bagi saya. Saya memutuskan saya
ingin melakukan lebih dari itu. Puji Tuhan, meskipun saya tidak pernah
sampai melakukan sodomi, karena takut terkena penyakit kelamin, saya tetap
melakukan hal lainnya yang tidak mau saya sebutkan, karena tidak pantas.
Walaupun, saya telah melakukan itu semua, saya tetap merasa ada sesuatu
yang kurang dalam hidup ini. Saya merasa hilang, hampa dan kering.
Pada pertengahan tahun 2010, saya mulai memikirkan perjalanan hidup
saya. Saya mulai mempertanyakan pertanyaan besar dalam hidup: arti dari
keberadaan saya di dunia ini. Pada usia 30 tahun saya menyadari, bahwa hidup
saya hanya berkisar soal pekerjaan, film porno, masturbasi, pria, game, film,
‘nongkrong’ bareng temen dan siklusnya akan terus berulang sampai kematian
saya dan setelah itu masuk ke dalam kehampaan. Walaupun saya tidak pernah
menyebut diri saya seorang ateis, tapi pada waktu itu saya sudah sama sekali
melupakan (atau menyangkali) keberadaan Tuhan. Buat saya waktu itu tidak
ada tuhan, tidak ada peraturan, tidak ada surga maupun neraka. Jadi saya
berpikir, “Beginikah cara saya hidup sampai masa tua saya? Apa arti dari
semua ini? Untuk apa kita mengambil resiko untuk menghadapi apa saja yang mungkin terjadi dalam hidup kita, jika akhirnya hanya berujung pada
kehampaan? Lebih baik kita semua bunuh diri dan dan dengan begitu kita
tidak perlu mengalami rasa sakit dan penderitaan yang tidak ada maknanya
yang pasti akan dialami oleh setiap manusia pada kadar tertentu.”
Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang
di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah
kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Pengkotbah 1:14
Adanya penderitaan di dunia ini justru menunjukkan adanya Tuhan. Tanpa
Tuhan, penderitaan kita itu sia-sia tetapi dengan adanya Tuhan, penderitaan
kita itu ada tujuan dan makna. Tuhan tunjukkan itu secara pribadi lewat
penderitaan yang dialami Yesus, Tuhan itu sendiri dalam rupa manusia. Dia
ikut menderita bersama kita dan penderitaan-Nya tidak sia-sia! Dia menderita
demi penyelamatan umat manusia. Sehingga saya tahu penderitaan saya di
masa lalu tidak sia-sia, semua itu ada artinya.
PENYELAMATAN
Di lubuk hati saya, saya ingin sesuatu yang lebih dalam hidup saya dan saya
tahu pasti ada yang lebih, tetapi saya tidak tahu apa. Saya juga terkejut saat
menyadari saya telah menjadi pribadi yang sangat berbeda dalam beberapa
tahun terakhir. Saya merasa menjadi seorang asing, bahkan bagi diri saya
sendiri.
Pada suatu hari, Tuhanpun berfirman kepada saya. Ya, Dia terus berfirman.
Dia mengingatkan saya akan cinta-Nya dan saya menyadari sesuatu yang tidak
pernah sadari sebelumnya atau mungkin saya telah lupakan. Saya menyadari, bahwa bagaimanapun juga Tuhan mengasihi saya. Seberapa banyaknya film
porno yang pernah saya tonton, seberapa seringnya saya menolak ajakan-Nya
untuk bertobat ketika saya sibuk memuaskan hasrat saya, sebanyak apapun
dosa saya, Dia selalu mengasihi saya, meskipun tidak mengasihi dosa saya.
Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya,
kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah
engkau tahu, bahwa maksud kemurahan TUHAN ialah
menuntun engkau kepada pertobatan? Roma 2:4
Walaupun saya memberontak, Tuhan tetap menunjukkan kemurahan-Nya.
Dia memulihkan orang tua saya. Orang tua saya bertobat dan menjadi lebih
mengasihi dan menyayangi. Tuhan juga memberkati saya dengan pekerjaan
yang baik, kesehatan, dan teman-teman yang baik (Matius 5:45). Intinya,
saya menyadari berkat-berkat Tuhan yang seharusnya tidak saya dapatkan
dalam hidup. Sayapun mulai melihat kasih tak bersyarat yang ajaib dan saya
belum pernah dicintai seperti ini sebelumnya. Saya belum pernah mengalami
dikasihi oleh seseorang sampai sedemikian rupa. Bahkan setelah berkali-kali
menolak Tuhan, setelah sekian banyak kesalahan yang saya lakukan dengan
sadar, Dia tetap mencurahkan kasih-Nya kepada saya. Saya tidak merasa
terhukum atau bagaimana. Saya malah merasa dikasihi Tuhan, tetapi pada saat
bersamaan saya menyadari betul saya sedang hidup dalam dosa. Saya tahu
saya sedang memberontak terhadap-Nya.
Kemudian saya merasakan kasih-Nya mulai meruntuhkan hati saya yang
keras dan saya dihadapkan pada dua pilihan: pertama, untuk terus hidup
seperti sebelumnya dan berakhir dengan penghukuman yang kekal atau yang
kedua, untuk meninggalkan kehidupan lama saya dan mengikut Tuhan yang mengundang saya kepada kehidupan kekal (Ulangan 30:19). Sayapun mulai
menimbang-nimbang kedua pilihan tersebut dan konsekuensinya. Saya ingin
mengikut Tuhan namun pada saat yang bersamaan saya merasa sulit untuk
melepaskan segala sesuatunya, terutama jati diri gay yang saya telah terima
sebagai bagian dari diri saya. Saya tidak bisa mengambil keputusan.
Syukurlah, Tuhan tahu persis peperangan yang terjadi di dalam hati saya.
Diapun campur tangan dengan membantu saya membuat keputusan
yang harus saya ambil. Dia menyampaikan kebenaran kepada saya. Saya
percaya pada waktu itu Yesus berfirman demikian kepada saya, “Hanya
orang bodoh yang menolak kasih sempurna-Ku demi yang lainnya.” Dan
perkataan itu menyadarkan saya, bahwa saya tidak mau jadi orang bodoh
yang menolak kasih Tuhan, sama seperti orang bodoh yang berkata tidak
ada Tuhan (Mazmur 14:1) dan orang bodoh yang menghina hikmat (Amsal
1:7). Kebenaran memang menusuk, tetapi yang terutama kebenaran itu
membebaskan.
Jadi dengan kebenaran tersebut, sayapun memutuskan untuk mengikut
Tuhan apapun taruhannya, termasuk kehilangan jati diri sebagai seorang gay.
Walaupun saya juga berdoa kepada Tuhan untuk membiarkan saya tetap gay
jika Dia tidak apa-apa dengan hal tersebut. Dan Tuhan pun memimpin saya
untuk berdoa secara sederhana sebagai berikut,
“Bapa di surga, mohon ampuni dosa-dosa saya di masa lalu. Ampunilah saya
yang telah mengeraskan hati saya terhadap-Mu selama ini. Sekarang saya adalah
milik-Mu sepenuhnya. Bentuklah saya seperti yang Engkau mau. Dan biarlah
kehendak-Mu saja yang terjadi dalam hidup saya. Di dalam nama Yesus, Amin.”
Setelah itu saya merasa seperti ada beban yang terangkat dari saya
(kedengarannya klise, tetapi itulah yang saya alami). Saya tahu bahwa saya
sudah diberikan hidup yang baru. Saya dipenuhi dengan sesuatu yang indah,
polos, dan murni. Saya merasakan kasih Tuhan melimpah di dalam saya dan
itu menyingkirkan segala kebencian dan perasaan buruk lainnya dari diri saya.
Dan hal pertama yang saya perhatikan, saya sama sekali hilang selera terhadap
semua bentuk kecanduan saya di masa lalu. Sayapun memiliki pengendalian
diri dan kesabaran yang tidak pernah saya miliki sebelumnya. Tuhan benarbenar
bisa mengubah kita dari dalam hingga keluar.
Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang
tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan
Tuhan? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah
berhala, orang berzinah, banci, pemburit, pencuri,
orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan
mendapat bagian dalam Kerajaan Tuhan. Dan beberapa
orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu
telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan,
kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus
dan dalam Roh Tuhan kita. 1 Korintus 6:9-11
Amin.
Sumber : Dikutip dari buku Bukan Cinta Sejenis
Untuk download gratis eBook nya dalam bentuk pdf di sini
Untuk download gratis eBook nya dalam bentuk pdf di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar